Saturday, May 7, 2011

Kutu Buku dan Gie

          Membaca merupakan jendela dunia. Dengan membaca kita bisa menjelajah dan mengarungi samudra ilmu tanpa batas. Kita bisa berjalan-jalan ke negara manapun yang kita inginkan dan kita bisa berwisata ke benua manapun yang kita senangi dengan membaca. Siapa pun kita, kalau kita senang membaca maka sedikit-demi sedikit pengetahuan itu pun akan menempel dalam pikiran kita dan tentunya akan mengubah pola pikir kita menjadi lebih baik. Dengan pola pikir yang baik, tentunya akan membuat kita semakin tahu akan arti perubahan dalam kehidupan. Sehingga pada akhirnya, didasari dengan membaca maka hidup kita akan berubah. Berubah dalam artian berubah dalam cara menyikapi suatu masalah, berubah dalam menghadapi setiap persoalan dan berubah dari pemikiran yang kolot menjadi pemikiran yang cemerlang dan mencerahkan.
          Namun, dalam realitanya rupanya beberapa orang menyebut orang lain yang sangat gemar membaca dengan julukan Kutu Buku. Apakah pantas sebutan seperti itu? Siapa sebenarnya orang yang pertama kali memberi julukan tersebut? Tidak ada yang tahu. Hanya saja ironis sekali, predikat itu seakan sudah jadi ‘Kata Budaya’ yang sulit dihilangkan. Bukannya kita tahu sendiri, yang namanya kutu itu hewan yang gatal dan merugikan manusia. Sedangkan orang yang kutu buku itu adalah orang yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh orang lain. Orang yang kutu buku bukanlah orang yang merugikan orang lain apalagi menyengsarakan, melainkan berguna bagi sesamanya.
          Kedua, seringkali kita menyaksikan dalam sebuah tayangan sinetron instan yang memandang bahwa orang yang kutu buku identik dengan orang yang ‘Culun’. Pakaiannya dimasukkan, memakai kacamata dan rambut tertata rapi dengan sisiran rambut ke arah kanan. Lalu orang yang culun juga diprofilkan sebagai orang yang kuper dan minoritas. Persepsi inilah yang berkembang dalam negara kita tercinta. Sedemikian kah profile sosok kutu buku dalam pikiran bangsa ini? Seorang kutu buku dipersepsikan sebagai seorang yang Culun dan tidak pandai bergaul.
          Kalau kita membuka lagi film ‘Gie’ yang diperankan oleh Nicholas Saputra, menurut pandangan penulis seperti itulah profile seorang kutu buku idaman. Seorang penggemar baca yang mampu mengaplikasikan dan mengemas pemikirannya untuk kepentingan rakyat dan mahasiswa lainnya. Gie sebagai mahasiswa yang mencoba mengembangkan kreativ berfikir guna perubahan dirinya dan orang lain. Gie berani berfikir kritis demi perubahan yang lebih baik lagi di kampusnya. Seorang kutu buku bukanlah sosok orang yang di kanan kirinya menumpuk berbagai macam buku lalu ia membacanya dan menutup diri dari orang lain. Sama sekali bukan seperti itu.
          Karena seorang muslim tidak sepantasnya menyembunyikan ilmu yang dimiliki. Sebisa mungkin ia berusaha dan berupaya untuk bisa memberikan ilmunya kepada orang lain. Sehingga se-kutu buku apapun kita, kalau ilmu yang diperoleh bisa bermanfaat bagi orang lain dan kita bisa menjalin hubungan sosial dengan baik maka predikat culun pun tidak akan melekat pada diri kita. Penulis berharap semoga pihak stasiun televisi bisa berdakwah melalui layar kaca dengan cara mendeskripsikan seorang kutu buku itu bukanlah orang yang culun dan kuper. Namun orang yang kutu buku adalah mereka yang gemar membaca, suka bergaul dan berpenampilan santun serta tidak dibuat-buat seperti yang telah disebutkan di atas.
          Akhirnya penulis mengajak semua kalangan untuk bisa menjadi seorang ‘penggemar baca’ yang baik dan bukan kutu buku yang kuper apalagi gaptek (gagap teknologi). Mari kita buktikan diri kita masing-masing bahwa kita semua mempunyai hobi yang sama dan utama yaitu Membaca, membaca dan membaca dengan tanpa menafikkan hobi-hobi kita yang lain seperti menonton tv, memancing, memasak dan lain-lain.



No comments:

Post a Comment