Al-Luqmaniyyah. Salah satu pondok pesantren di Yogyakarta yang sudah menerapkan penunjang pembelajaran kitab kuning dengan pelengkap media elektronik. Kitab kuning yang selama ini dikaji dengan model membawa kitab ke dalam kelas, ternyata membutuhkan referensi yang lebih dibandingkan hanya dengan memakai satu rujukan saja. Oleh karenanya, diperbolehkannya membawa laptop ke dalam pesantren diharapkan mampu meningkatkan kemampuan para santri dalam mendalami kitab-kitab ulama terdahulu.
Santri sekaligus pelajar dan mahasiswa di pesantren ini diharapkan tidak lagi gaptek (gagap teknologi) karena legalisasi penggunaan teknologi yang telah diberikan. Ketika mereka menemukan kesulitan dan belum mampu menjawabnya, maka ada salah satu jalan keluar yaitu mencari jawabannya via internet. Kendala perasaan malu ataupun segan bertanya pada seorang guru, mungkin menjadi faktor utama yang selalu menghantuinya. Kalaupun harus mencarinya di dalam buku pegangan, mereka tidak menemukannya.
Pencarian via internet ini biasanya digunakan untuk menelusuri lika-liku kehidupan seorang mushonef (pengarang kitab) ataupun biografi para ulama ternama. Selain itu, para santri juga harus mengetahui secara detail istilah-istilah yang ada di dalam kitab yang dikaji. Misalnya saja, dalam ilmu Fiqih, seorang santri menemukan istilah budak Mukatab, ahli Kitab dan lain sebagainya. Karena mereka sangat membutuhkan penjelasan dari kata-kata tersebut, apalagi kalau malam harinya bertugas sebagai presentator—maka search Google tidak bisa terhalangkan. Tentunya setelah mencarinya di dalam syarah (penjelasan) kitab yang dikaji.
Hari demi hari, para santri melalui relung hidupnya di pesantren ini dengan beragam teknologi sebagai alat bantu memahami ilmu-ilmu kepesantrenan. Apalagi saat ini, kitab-kitab para ulama sudah dibukukan dengan rapi dalam sebuah dokumen berupa CD yang berisi 1800-2000 kitab. Maktabah Syamilah pun menjadi salah satu pelengkap belajar para santri. Maktabah syamilah ini ibarat perpustakaan yang mencakup berbagai macam kitab Islami. Hanya saja sudah disederhanakan dalam bentuk digital. Di dalamnya berisi kajian keislaman seperti Tafsir, Fiqh, Aqidah dan Hadits.

Apabila kita membandingkan dengan kajian kitab kuning tanpa alat penunjang seperti hal di atas, maka dengan melihat kemajuan dan perkembangan zaman yang sangat cepat saat ini—kita akan tertinggal dan kurang cepat dalam bergerak. Hanya dengan menuliskan “kosakata” di dalam kolom, maka dalam waktu tidak lebih dari satu menit—akan muncul berbagai naskah yang mencakup kosakata tersebut dalam jumlah yang cukup banyak.
Kemudahan-kemudahan ini semestinya tidak diabaikan oleh orang-orang pesantren di zaman sekarang ini. Kita harus membuka pikiran kita lebar-lebar dan merenungkan akan manfaat yang akan diperoleh. Bukannya dengan menutup mata dhohir (mata telanjang) dan mata batin kita lalu meninggalkannya karena mungkin dianggap akan banyak melalaikan santri dari belajar agama.
Satu hal lagi, pesantren Al-Luqmaniyyah juga sudah mencoba membangun diri salah satunya dengan didirikannya IT Club. Di sana setiap santri bisa merasakan manfaat yang cukup besar, diantaranya tersedianya jasa Modem untuk ‘ngenet’ dan Klinik Service untuk komputer dan laptop secara gratis. Penggunaan modem ini tidak hanya diperuntukkan untuk santri, akan tetapi para ustadz (asatidz) juga. Dalam waktu 24 jam, penyewaan modem ini hampir selalu penuh. Untuk bisa menggunakannya, para santri harus memesan terlebih dahulu waktu dan jam yang masih kosong. Seperti halnya memesan tiket naik kereta api atau nonton film di bioskop.
Sebagai seorang muslim yang benar-benar ingin bermanfaat bagi sesamanya. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasululllah SAW, sebaik-baik kamu adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Maka setidaknya kita mancoba menggali lebih dalam lagi keilmuan keislaman kita dengan tidak menganggap enteng tantangan kehidupan di masa yang akan datang. Semakin ke depan, kehidupan ini akan semakin sarat dengan permasalahan. Bagaimana kita mampu menyelesaikanya, sementara kita tidak membekali diri kita dengan berbagai wawasan keilmuan yang dibutuhkan.
Ternyata ilmu hal sebagaimana termaktub dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Syeh Az-Zarnuji semakin meyakinkan kita akan pentingnya penggunaan teknologi bagi kalangan pesantren dan lembaga keislaman lainnya sebagai persiapan menghadapi tantangan ke depan. Hal ini tentunya dibarengi dengan penguasaan penggunaan teknologi itu sendiri bagi SDM yang ada. Apabila memang belum cukup mampu, belajar otodidak (sendiri) juga harus dilakukan yakni dengan bantuan buku panduan yang cukup. Kalaupun ada alokasi dana, maka privat secara individu maupun kelompok juga perlu dipertimbangkan. Hal ini demi kemajuan pesantren itu sendiri baik yang bersifat kualitas SDM maupun kualitas manajemen pesantren di mata masyarakat.
Sudah saatnya kita tidak lagi membelenggu pikiran kita dengan menutup diri dan menjauhi teknologi yang ada di sekeliling kita. Akankah kita berlari dan membawa buku-buku yang sangat tebal ke dalam kamar lalu menguncinya dari dalam untuk kita baca sampai tuntas? Bukankah lebih mudah dengan membuka diri kita dengan orang-orang di sekeliling kita ataupun saudara kita di luar sana supaya kita bisa saling berbagi lautan ilmu yang kita miliki. Akhirnya, teknologi di pesantren sangatlah dibutuhkan oleh orang-orang yang tinggal di sana sebagai wujud ikut mencerdaskan kehidupan bangsa di negeri kita tercinta. Wallahu a’lam Bishawab.
No comments:
Post a Comment