Monday, February 12, 2024

Do'a Kami


Ya Allah, apa yang terjadi hari ini
Semua tidak lepas dari pandangan-Mu
Engkau amanah kan istri, Anak-anak
Bantu kami dalam menjalani kehidupan yang fana ini

Semua titah rasul-Mu 
Kami laksanakan sesuai kemampuan kami
Ikhtiar pun kami selalu lakukan
Mudahkan segala urusan kami Ya Rabb

Keutuhan rumah tangga 
Adalah hal pokok yang harus kami jaga
Jangan biarkan syetan dan hawa nafsu menguasai kami

Kami berlindung dari segala buruknya dunia
Kami berlindung dari menempatkan selain-Mu 
Sebagai tempat bergantung
Allahus Shamad
Engkaulah tempat bergantung kami

Jangan sibukkan kami dengan makhluk
Dan melalaikan kewajiban beribadah
Pada-Mu

Kebumen, 13 Februari 2024



Sunday, July 31, 2022

Pentingnya Riyadoh Orang Tua Bagi Anak-Anaknya

Oleh: Wawan Hary

            Sebuah pertanyaan sederhana barangkali ini terjadi pada diri kita atau keluarga kita. Sebenarnya darimana anak belajar membentak? Orang tua. Dari siapa anak belajar membela diri meski salah? Orang tua. Dari mana anak bisa menyalahkan orang lain dan tidak mau meminta maaf? Orang tua. Seorang anak adalah peniru ulung yang dengan panca inderanya mampu menirukan gaya, ucapan, cara berpakaian, cara makan, bahkan cara orang tua marah.

            Barangkali sebagian orang tua ada yang suka mencubit atau memukul seorang anak ketika ia nakal atau usil pada adiknya. Karena kenakalan anak membuat adiknya menangis, lalu orang tua membentak dan memukul si anak. Kasihan bukan?

            Suatu saat ketika anak bermain dengan adiknya lagi, dan merasa disakiti, maka ia akan membentak dan memukul adiknya. Orang tua lalu datang dan memisahkan percekcokan mereka.

            “Sudah dibilangi, kalau sama adiknya jangan memukul!” Ucap orang tua tanpa merasa ada yang aneh pada ucapannya

            Sekali lagi anak adalah seorang peniru ulung yang susah dicegah karena itu bersifat natural. Bukankah seorang gadis kecil suka memakai lipstik ibunya di depan cermin karena ingin terlihat cantik? Sebenarnya dari mana ia meniru gaya memakai lipstik tersebut. Kalau bukan karena orang tua yang berdandan ria di hadapan anak langsung, sepertinya tidak akan terjadi lipstik diputer-puter dan dioleskan pada wajah anak.

            Oleh karena itu, orang tua adalah role model, contoh terbaik dan nyata yang dihadapi langsung oleh anak. Anak seorang perokok aktif, maka tidak heran anak-anaknya menjadi penghisap asap sejak dini. Bagaimanapun juga guru menasihati, ribuan nasihat keluar setiap hari di telinga anak, jika orang tua masih memberikan teladan dan contoh yang sama, tetap akan ditiru. Karena anak adalah peniru ulung.

            “Ayo kita shalat di masjid!” Ucap seorang bapak

            “Nanti yang ikut shalat bisa ikut jajan” Lanjutnya

            Wah, kalau anak shalat hanya karena jajan berarti kalau tidak beli jajan anak tidak akan shalat. Barangkali ada yang berfikir seperti itu. Wajar saja. Memang di mana pun tempat, anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, mereka sangat tertarik dengan jajan atau mainan, bukan traktiran gratis atau hanya sekedar naik mobil keliling jalan raya. Pada prinsipnya, kebaikan itu harus dibiasakan bukan datang ujug-ujug atau bimsalabim.

            Ya Alloh jadikanlah anak-anak kami anak yang sholeh-sholehan. Tapi waktunya shalat anak dibiarkan bermain hape, waktunya mengaji malah sering diajak ngabuburit, saatnya latihan khataman malah diajak malam mingguan di alun-alun. Sholeh sholehah butuh dikawal ketat dan diriyadhohi, minimal bacakan fatihah sehabis shalat buat anak-anak kita supaya pikiran, hati dan wawasannya terbuka lebar sehingga mudah menerima petunjuk ataupun ilmu dari siapapun.

Sebagaimana dawuh Bu Nyai Hj. Khoiriyyah Baidlowi, Kakak ipar K.H Maimoen Zubair: “Bagi yang ingin keturunannya ‘alim dan rezekinya berkah, yaitu ngakeh-ngakehno (memperbanyak) membaca Ya Fattahu Ya Razzaq”. Atau Dawuh dari Bu Nyai Hj. Musyafa’ah Adlan, PP. Walisongo, Jombang :“Jika ingin putra-putrinya hafal Qur’an. Syaratnya orang tua harus ikhlas jika anaknya menghafalkan Qur’an. Lalu orang tuanya mengirimi fatikhah kepada anaknya sehari semalam 100x, dan orang tua juga harus rajin qiyamul lail (tahajjud), berdoa kepada Allah supaya anaknya diberikan kemudahan dalam menghafal Qur’an.” 

            Inilah yang disebut dengan riyadhoh bathiniyyah, ikhtiar orang tua yang tidak tampak mata manusia tetapi dilakukan secara kontinyu dan istiqomah. Selain anak-anak terbiasa meniru kebaikan orang tua dalam bersikap dan berbicara, mereka sangat membutuhkan doa kita, tirakat kita, riyadhoh kita. Kalau kita sudah dijadikan wasilah sebagai peminta sesuatu pada Alloh, kita juga harus berusaha bengun malam, berwudlu, ambil sajadah, pakai pakaian  terbaik, lalu lafalkan Allahu akbar. Selesai dari itu kita mengangkat kedua tangan dan berdoa: “Robbi hablii minashshoolihiin, robbij’alnii muqiimashsholaati wamin dzurriyyati robbanaa wataqobbal du’aa” dan seterusnya.


Thursday, July 28, 2022

Keutamaan Memiliki Anak Perempuan



Oleh : Wawan Hary

            Anak adalah anugerah yang sangat indah bagi orang tua. Ia hadir di dunia ini tidak hanya memberikan warna kebahagiaan akan tetapi ia juga membawa sepaket rejeki yang tidak diketahui oleh setiap orang tua. Baik mereka lahir dalam kondisi sebagai kaum adam maupun kaum hawa, setiap orang tua pasti akan menerima dengan hati yang lapang dan penuh syukur. Entah berapa lama sepasang suami istri menantikan hadirnya buah hati. Barangkali ada yang setahun, dua tahun bahkan sepuluh tahun baru dikaruniai momongan.

            Ketika sang buah hati lahir sebagai gadis kecil yang cantik, orang tua akan mengucap alhamdulillah, gadis kecilku telah lahir dengan sehat dan selamat. Begitu juga ketika bayi mungil lahir sebagai baby boy yang tampan, orang tua akan melafalkan ungkapan rasa syukur tak terhingga. Yang perlu disayangkan ketika ada seorang ayah yang mengeluhkan karena ia hanya memiliki anak perempuan dan tak seorang pun keturunannya yang laki-laki.

            “Anakku perempuan lagi”, ucapnya kurang semangat

            Perlu kita ingat kembali bahwa pada zaman jahiliyyah, seorang bayi perempuan atau kaum hawa itu sendiri dirasa kurang berharga, hingga para orang tua tega membunuh hidup-hidup putrinya. Perempuan dianggap makhluk yang lemah karena tidak bisa berperang, bisa diwariskan dan nilainya sangat tidak berharga. Di zaman sekarang, wanita begitu berharga, mereka merawat diri dengan sebaik-baiknya hanya saja sangat disayangkan diantara mereka dapat diperjual belikan dan menginginkan kebebasan serta kepuasan duniawi yang tidak halal. Orang tua yang memiliki anak perempuan harus bersiap siaga menghadapi zaman yang jauh lebih modern namun banyak kerusakan moral akibat didikan yang sewenang-senang.

            Masih pada zaman jahiliyyah, wanita yang sedang haid, ia akan diusir dari rumahnya karena dianggap kotor dan najis. Dan ia boleh kembali ke rumah ketika sudah selesai dari haid (suci). Islam datang dengan segala kasih sayangnya, menjaga wanita dari hal demikian. Rasulullah SAW juga telah mencontohkan kepada para suami, untuk tidak segan memeluk istrinya di kala sedang haid (menstruasi). Kasih sayang dalam rumah tangga harus selalu diwujudkan, tanpa menganggap kotor dan hina seorang kekasih hati. Kerukunan dan ketenangan batin seorang suami atau istri perlu dirawat dan dipupuk meski dalam kondisi haid. Bukankah demikian?

            Seribu tahun lebih Nabi SAW sudah memberikan kabar gembira bagi para orang tua yang berhasil mendidik dan merawat anak perempuanya dengan sebaik-baiknya hingga menikahkannya dengan laki-laki terbaik.

            Man kaana lahu bintan au bintaini au tsalaasah farabbahunna wa ahsana ilaihinna wa ath’ama hunna wakasaa hunna tsumma zawwaja hunna kunna lahu hijaaban minannaar “ Barangsiapa yang memiliki 1 anak perempuan, 2 anak perempuan atau 3 anak perempuan kemudian memelihara, berbuat baik padanya, memberikan makan, memberikan pakaian lalu menikahkannya maka mereka (anak perempuannya) menjadi hijab (penghalang) bagi orang tuanya dari siksa api neraka”.

            Alangkah Bahagianya orang tua yang memiliki anak perempuan, di dunia ia berjuang keras mendidik putri tercintanya, di akhirat putrinya akan menjadi hijab (penghalang) dari siksa api neraka. Seorang suami bersyukurlah dengan anak-anak perempuan yang kini menjadi tanggung jawabnya. Seorang wanita kini bisa menjadi apapun yang mereka inginkan. Mereka bukanlah beban dan tanggung jawab yang tidak menguntungkan, justru memberikan banyak keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.

            Seorang ayah yang dikarunia 2 anak perempuan misalnya, ia adalah seseorang yang akan menjadi pejuang tangguh. Ia diberikan amanah tiga tulang rusuk, istrinya dan kedua anak perempuanya. Sewaktu-waktu tulang rusuk itu membengkok artinya jauh dari Alloh SWT, seorang ayah harus meluruskan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Inilah perjuangan yang harus terus diupayakan oleh orang tua, hingga putrinya dinikahkan dengan laki-laki yang shaleh, bertanggung jawab dan senantiasa mengajak pada jalan Alloh SWT. Aamiin.


Tuesday, July 19, 2022

Tiga Alasan Kenapa Masalah Rumah Tangga Selalu Datang

Oleh: Wawan Hary

            Masalah merupakan salah satu pelengkap hidup seseorang. Masalah hadir dalam kehidupan kita bukan tanpa maksud dan tujuan. Ia sengaja dikirimkan oleh Alloh SWT dengan membawa visi dan misi yang jelas dan terukur. Tinggal bagaimana manusia menyikapi masalah tersebut dengan penuh syukur dan kewaspadaan. Semua membutuhkan ilmu dan penataan hati yang tidak bisa semaunya sendiri. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim harus mengetahui betul prinsip hidup ketika masalah itu menimpa kita. Salah satu contoh masalah hidup ini adalah permasalahan dalam rumah tangga.

            Rumah tangga yang bahagia bukanlah rumah tangga yang berjalan tanpa masalah. Bahkan bila kita mencarinya di dunia ini, rumah tangga siapa yang tidak ditemukan masalah. Bahkan Rasulullah SAW sendiri tidak sepi dari masalah dalam keluarga. Karena sejatinya, masalah dalam rumah tangga yang muncul dengan berbagai bentuknya bukanlah bermaksud menghancurkan bangunan itu sendiri, akan tetapi menguatkan dan mengokohkan supaya lebih kuat lagi perjalanan menuju dermaga yang indah. Barangkali awal-awal pernikahan, masalah muncul karena kebutuhan rumah tangga habis. Meteran listrik memanggil-manggil, beras di dapur tinggal wadahnya, gas elpiji bak tong sampah, kiriman medsos stagnan pada gambar jam kotak dan tak juga membiru, serta kebutuhan rumah tangga lain yang minta segera ditangani.

            Bulan kedua pernikahan berjalan, kebutuhan rumah tangga alhamdulillah sudah tercukupi. Setiap hari kini sudah bisa memasak nasi seperti semula. Tiba-tiba istri bilang bahwa ia telat haid, suami pun berfikir keras.

            “Jangan-jangan, dia hamil?”

            Kenapa sebagian suami mempermasalahkan kehamilan seorang istri, sedangkan ia sendiri sudah disahkan sebagai pemimpin rumah tangga. Kehamilan bukanlah masalah yang perlu disesalkan, ia adalah anugerah terindah yang dikirim Alloh SWT untuk meningkatkan kualitas pribadi maupun kuantitas rejeki. Setiap anak yang ditakdirkan lahir di dunia ini sungguh membawa rejekinya masing-masing. Menyangsikan rejeki atas lahirnya anak sama artinya menyangsikan kekuasaan Alloh Sang Maha Pemberi rejeki terbaik.

            Kita kembali bahwasanya masalah datang tidak hanya kebetulan saja atau iseng-iseng untuk menambah cerita kehidupan kita di dunia. Beberapa alasan kenapa masalah dihadirkan yaitu pertama bukti cinta Alloh SWT kepada hamba-Nya. Sebagaimana sabda Nabi  SAW, “ Apabila Alloh menicintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka”. Memang, cinta Alloh tidak semua diwujudkan dalam bentuk hadiah yang mengembirakan, namun cinta-Nya seringkali berupa ujian yang akan banyak menguras genangan air mata dan kejernihan hati manusia. Bukankah terkadang rasa pahit akan lebih menyembuhkan daripada rasa manis yang memabukkan?

            Kedua, membuat kita semakin sabar. Siapa yang tidak hafal, orang sabar disayang Tuhan. Atau firman Alloh SWT :”Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar” dan lain sebagainya. Semua ungkapan iu benar adanya. Yang perlu kita laksanakan adalah pembuktian bahwa kita mampu bertahan atas kondisi yang sangat tidak mengenakan.

            “Sabar ya, semoga banyak hikmah setelah ini”

            Ketiga, melatih kita untuk pandai bersyukur. Bukankah masalah itu datang hanya di waktu-waktu tertentu saja? Terkadang sebulan sekali, dua bulan sekali dan seterusnya. Masalah dalam rumah tangga terkadang datang dengan rupa yang cukup pelik. Masalah anak, keuangan, dunia kerja, persahabatan, kebutuhan biologis dan orang ketiga. Pesan bagi seorang istri, hendaknya tidak suka menghapus kebaikan-kebaikan seorang suami yang selama ini menemani dalam suka duka. Hendaknya lebih berhati-hati menata diri secara perilaku dan spiritual, karena hakikatnya istri yang baik adalah dia yang dipandang suaminya selalu menyenangkan, saat diperintah suaminya senantiasa mematuhi, dan dialah seorang istri yang selalu menjaga harta serta kehormatan dirinya saat suaminya tidak di rumah.

Pesan juga bagi seorang suami, mensyukuri yang sudah ada akan membuat diri lebih baik dibandingkan memusingkan apa-apa yang belum didapatkan. Kikislah sikap rakus dan serakah terhadap apa-apa yang bukan milik kita, tentunya semua itu sudah secara proporsional diberikan oleh Alloh SWT. Sebagai contoh, seorang anak remaja yang dimanja lalu diijinkan mengendarai mobil di jalan raya bukankah ini sebuah bahaya besar? Berapa banyak kecelakaan terjadi akibat terlalu dini mengemudikan kendaraan? Terhadap yang sudah ada marilah kita syukuri, dan terhadap yang belum kita miliki tetap diikhtiari tanpa ada hasud, iri dan sikap serakah.


Sunday, July 10, 2022

Inilah Saya, Bukan Inilah Bapak Saya

اَلشَّرَفُ بِاْلأَدَبِ لاَ بِالنَّسَبِ

Kemuliaan itu didapatkan dengan adab, bukan karena keturunan”

Oleh: Wawan Hary

             Ketika kita mengingat kembali kisah Nabi Yusuf a.s, maka kita pastinya akan menemukan sebuah hikmah yang amat besar. Terutama di saat beliau memberikan maaf dengan sebenar-benar maaf kepada saudara-saudaranya. Bukankah kemuliaan akhirnya didapatkan oleh Nabi dan Rasul tertampan di zamannya, Yusuf a.s? Sungguh hal ini tidak hanya semata-mata karena beliau adalah keturunan seorang Nabiyullah. Akan tetapi karena akhlak beliau yang luhur dan tinggi di hadapan Allah SWT.

            Kan’an, putra seorang Nabi dan Rasul Allah harus mengalami nasib yang tragis ditelan banjir. Ketidaktaatannya pada ayahandanya menjadikan ia anak yang celaka dan tidak selamat dari ancaman air bah. Ini adalah kisah nyata yang patut menjadi cermin bagi umat Islam khususnya. Menjadi apapun kita hidup di dunia ini, maka tidak sepantasnya kemuliaan orang tua diagung-agungkan. Tidak juga membangga-banggakan harta yang banyak, karena harta itu milik orang tua.

            Imam Assyafi’i rahimahullah pernah mengatakan :”Laisal Fataa man yaquulu haadza abii, walaakinnal fataa man yaquulu haaa ana dza, bukanlah dinamakan seorang pemuda—dia yang mengatakan inilah ayah saya. Akan tetapi yang dinamakan pemuda adalah dia yang mengatakan inilah saya”. Cukup manis bukan perkataan beliau? Melalui lisan beliaulah kita diingatkan bahwa ayah bagi kita adalah motivator, supporter, fasilitator yang disediakan oleh Allah SWT supaya kita bisa mencontoh kerja kerasnya, semangatnya dalam menjalani hidup, ketahanan dirinya dalam menghadapi berbagai hal yang tidak menyenangkan, membela kita mati-matian demi keselamatan kita, dan lain sebagainya.

            Kita yang memiliki ayah seorang ketua RT, lurah, camat, bupati, gubernur, presiden, atau raja—sudahlah, itu semua milik ayah kita. Malah semestinya kita harus berhati-hati dalam membelanjakan gaji setiap bulannya, karena dalam jabatan itu terkadang muncul harta-harta yang haram. Kita sebagai anak beliau, yang dicontoh adalah adabnya. Bagaimana cara ayah kita menjamu tamu, bagaimana ketika beliau masuk rumah orang lain, bagaimana sikap beliau ketika disuap untuk meng-ACC sebuah proyek beromset miliaran rupiah? Itu yang kita teladani, ketika beliau menyimpang dari tatanan syariat Islam, kita pula yang harus memilahnya dan juga meluruskan beliau.

            Atau barangkali ayah kita seorang Guru, Ustadz, Kyai, bahkan Habaib—sudahlah, itu semua kemuliaan milik ayah kita. Kita tidak bisa mengambil akhlak mulia mereka begitu saja, akan tetapi kita harus belajar hari demi hari untuk mempelajari akhlak mulia beliau. Bagaimana sikap beliau ketika ada tamu yang ngomel-ngomel tak ketulungan? Bagaimana ketika datang sepertiga malam terakhir, beliau menyempatkan bangun untuk qiyamul lail  atau tidak? Bagaimana akhlak beliau ketika diundang oleh orang-orang fakir dan miskin dalam sebuah acara? Datang apa tidak? Inilah beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Bukan sebaliknya, karena merasa ayah kita adalah kyai besar—lantas ke mana-mana bebas berbuat tanpa merasa khawatir tindakannya salah atau keliru.

            Seorang muslim yang sejati, pasti akan bisa mencontoh Nabiyullah Ibrahim yang memiliki ayah seorang pembuat patung berhala, akan tetapi beliau tidak mengikuti jejaknya. Seorang muslim yang kuat, pasti akan mencontoh Khalifah Ali Bin Abi Thalib meski ayahnya sendiri sampai meninggal dunia tidak mau mengikrarkan diri masuk Islam. Adablah yang menjadi patokan kemuliaan seseorang, sungguh bukan keturunan yang menjadikan diri kita mulai di hadapan manusia lebih-lebih di hadapan Sang Pencipta.

            Cukuplah adab Rasulullah SAW sebagai tolok ukur kemuliaan kita, semakin baik kita mencontoh beliau, semakin mulia pula kita di hadapan sesama dan Yang Maha Kuasa.

***


Saturday, July 9, 2022

STICKER LABEL NAMA ANAK



Ketika Ibu Mengatakan Tidak Suka Daging


Oleh : Wawan Hary

            Seorang ibu akan memberikan apapun yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Bahkan di saat beliau tidak memiliki. Beliau tetap akan berusaha mencarikan apa yang menjadi keinginan anaknya. Terkadang beliau akan berbuat sesuatu yang dipandang kurang baik menurut ukuran adat di masyarakat, akan tetapi hal itu dilakukan supaya anaknya merasa senang dan tercukupi kebutuhannya.

            Suatu waktu, di saat kecil penulis pernah mengungkapkan ingin disembelihkan hewan kurban atas nama sendiri. Hal ini diungkapkan beberapa hari menjelang Hari Raya Idul Adha. Sungguh kalimat itu terlontar begitu saja tanpa adanya persiapan ini dan itu. Namun bagi orang tua, apalagi saat itu diungkapkan di depan seorang ibu—sosok yang telah melahirkan ke dunia—beliau ‘trenyuh’ atau baper. Penulis seolah-olah melihat kedua matanya berkaca-kaca, namun tak ada yang mengalir. Ada lelehan hangat yang masih tertahan di bawah bulu matanya.

            Hatinya haru dan bahagia, meski hanya mendengar sederet kalimat sederhana dari seorang anak kecil yang tak tahu makna idul adha dan seterusnya. Tak lengkap kiranya seorang ibu yang baper dengan kata-kata anaknya bila tidak disampaikan orang sekitar.

            “Bapak ngesuk arep kurban nang mushola, tahun depan gantian”, ungkap beliau sambil jaga warung sembako di rumah

            Seperti itu yang dipahami orang tua kami, berkurban dengan nama masing-masing. Logika sederhana, kelak di akhirat kalau kambing satu dinaiki dua orang atau lebih maka tidak kuat. Sehingga pemahaman idul adha yakni menyembelih satu kambing untuk satu orang. Sampai saat ini pun masih seperti itu. Adapun pendapat lain yang mengatakan bahwa berkurban 1 kambing untuk satu keluarga sangatlah bisa diterima berdasarkan hadits Rasulullah SAW.

            Kembali pada sosok ibu. Tak berhenti pada hari-hari menjelang idul adha, beliau ketika memiliki beberapa bungkus daging kambing dan sapi yang diperoleh dari panitia kurban—tak segan-segan beliau mengirimkan kepada putra-putrinya. Entah bagaimana caranya, seorang ibu memiliki banyak cara untuk menyampaikan daging kepada mereka. Pernah kami mendapatkan titipan daging kurban dari ibu melalui panitia kurban.

            “Kan di rumah masih banyak daging, kenapa punya ibu dikirimkan ke sini”

            Sosok ibu akan rela tidak memasak daging asalkan anak-anaknya bisa memasaknya. Beliau akan mengatakan hal-hal yang membuat anak-anaknya mau menerima pemberian itu, baik dengan berbohong tidak suka daging, bau yang tidak enak, di rumah sudah ada daging yang lain serta berjuta alasan supaya kami bisa menerimanya.

            Seorang ibu yang memiliki anak-anak kelahiran tahun 80-90an, barangkali kita ini—bukankah beliau yang berjuang membela kita saat kita beradu konflik dengan bapak terkait masalah-masalah tertentu. Sosok ibu hadir dan mencoba mendinginkan suasana dengan berbagai cara, dalam posisi kita salah pun beliau tetap menjadi embun pagi yang selalu menetes ke dalam kalbu. Dingin, sejuk, menyejukkan.

            Idul Adha bukan momen paling indah dalam hidup seorang ibu, akan tetapi seorang anak bisa menciptakannya menjadi hari-hari bahagia seorang ibu yang melihat anak-anaknya sehat ceria. Bahagia menatap cucu yang saling bercanda, membakar daging kambing meski dagingnya ‘alot’ bagi mereka.   Beliau lebih bahagia menyaksikan putra putrinya sehat ceria dan rukun damai bila dibandingkan dengan menikmati lezatnya rica-rica daging sapi dari resep koki nusantara.

Buat yang masih bersama ibunya, ukir terus senyum bahagia di lisan dan hatinya, jangan pisahkan bahagianya itu. Kedua bola mata, bibir dan hatinya adalah satu kesatuan wujud kebahagiaannya, dan itu bisa diciptakan. Siapa yang menciptakan? Tentunya Alloh SWT, huwa adhaka wa abkaa (Dialah Yang bisa menjadikan manusia tertawa dan menangis) melalui perantara anak-anaknya. Tetap semangat di Hari Raya Idul Adha tahun ini, berkorban untuk orang-orang terkasih niscaya Alloh akan datangkan balasan berlipat-lipat dan memberikan keberkahan yang nyata.