Tuesday, May 3, 2011

Mendidik dengan Senyuman

         Sebagian dari kita mungkin pernah membaca atau mendengar pernyataan yang mengatakan bahwa saat ini banyak orang sulit tersenyum. Kenapa hal ini bisa terjadi? Memang kehidupan terasa semakin sulit, lapangan kerja yang sempit dan permasalahan kehidupan lainnya yang membuat dada ini sesak. Begitu juga dengan pekerjaan sebagai seorang guru, masihkah kita bisa memberikan senyum tulus untuk siswa siswi kita, teman-teman guru dan kepala sekolah kita? Apabila tidak bisa, sungguh sangat disayangkan.
         Pernahkah kita menghitung, berapa kali dalam sehari kita tersenyum? Satu kali, mungkin karena kita didahului senyum oleh siswa kita. Dua kali, karena ada tingkah siswa kita yang lucu dan satu lagi karena para siswa memperhatikan pelajaran dengan serius. Pada saat demikian, hati kita pasti merasa terhibur—minimal senang dengan diiringi raut muka yang ceria. Atau kita hanya tersenyum sebulan sekali, karena kita mendapatkan gaji bulanan. Jadi, sebanyak itukah kita tersenyum di lingkungan sekolah? Lalu di mana letak rasa syukur kita, pekerjaan yang telah kita miliki bukankah itu adalah pemberian dari Yang Maha Kuasa?
         Dalam sabdanya, Rasulullah SAW mengutarakan “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah”. Ya, sedekah yang tidak membutuhkan banyak biaya, akan tetapi hanya dengan menarik bibir ke kanan dan ke kiri beberapa senti saja. hanya saja dalam prakteknya terkadang kita lalai, sedikit saja masalah yang menimpa--wajah kita langsung berekspresi tidak sedap, bibir menyempit, dada sesak dan pikiran menjadi pusing. Lalu yang terjadi adalah stress karena kita tidak bisa menghibur diri. Keadaan demikian barangkali pernah dialami oleh setiap orang, masalahnya sekarang yaitu bagaimana menyikapi semua tantangan hidup seperti itu dengan senyum kita yang paling tulus. Sekali lagi senyum yang paling tulus.
         Ketika kita mengajar, sering kali ada sebagian siswa-siswi kita yang membuat gaduh di kelas—lantas kita langsung menegurnya dengan suara lantang. Kita dihadapkan pada suasana yang berlawanan, di sisi lain siswa kita menjengkelkan dan di sisi lain kita harus menarik bibir kita supaya bisa tersenyum tulus. Sulit memang, tapi itulah tantangan kita sebagai seorang guru. Bagaimana raut wajah kita pada saat di hadapan mereka, agar senantiasa tampak ceria dan berseri-seri. Bila saja kita mau search di internet, apa saja manfaat sebuah senyuman—maka sungguh ita akan tercengang.
          Ada sebagian orang yang mendapatkan kekayaan berlipat ganda hanya karena diawali dengan senyuman. Ada juga orang yang dengan mudah memberikan sesuatu yang dicintainya hanya karena diawali dengan senyuman. Perlukah tersenyum itu dilatih? Sebenarnya kalau kebiasaan tersenyum itu kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada lagi kata latihan atau berdiri di depan cermin untuk melihat bibir kita yang melebar. Kita cukup melempar senyum kepada siapa saja yang kita kenal, apalagi kepada para siswa, wali siswa dan tidak lupa kepada atasan kita dalam hal ini kepala sekolah, penasihat maupun ketua-ketua yang lain.
         Dari awal senyum itulah, orang yang melihat kita akan merasa senang dan cenderung akan lebih dekat dengan kita dan akhirnya bisa mendatangkan kebahagiaan dalam hidup ini. Mari, penulis mengajak semua pihak khususnya guru untuk senantiasa memberikan senyum tulus kita kepada semua orang lebih-lebih siswa didik kita. Sehingga kita pun akan dicintai mereka sebagaimana seorang bayi mungil yang sedang memberikan senyumnya yang sangat tulus kepada yang melihatnya. Amin


*) Dimuat dalam SKH Kedaulatan Rakyat

No comments:

Post a Comment