Monday, May 2, 2011

Memilih Jodoh (yang Baik)

You and Me

1. Kandungan Bab
  1. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah : 221
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

         Adapun asbabun Nuzul dari turunya ayat ini yaitu berkenaan dengan Murtsid bin Abi Murtsid Al-Ghunawi, yang membawa sejumlah tawanan dari mekah ke Madinah, sedang ia di masa Jahiliyah, memiliki hubungan dengan seorang perempuan bernama ‘Anaq. Lalu wanita itu mengunjungi Murtsid dan bertanya : Tidakkah engkau masih kosong? Murtsid menjawab : Sayang, Islam telah menghalangi di antara kita. Lalu wanita itu bertanya (lagi) : tidakkah engkau bermaksud mengawini aku? Ia menjawab : Benar, tetapi aku akan menghadap Rasulullah SAW untuk meminta izin kepadanya; maka turunlah ayat ini.

2. Kandungan Hukum
1. Bagaimana Hukum mengawini perempuan ahli Kitab
         Dalam firman Allah di atas berbunyi :”dan janganlah kamu mengawini perempuan-perempuan musyrikah sehingga mereka beriman”. Itu berarti haramnya mengawini perempuan-perempuan majusi dan penyembah berhala.
        Adapun perempuan-perempuan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), maka boleh dinikah sebab Allah berfirman “Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang mukminah dan wanita-wanita yang menjaga kehormatannya dari kalangan orang-orang ahli kitab....”
        Begitulah pendapat jumhur dan termasuk di dalamnya Ulama madzhab yang empat. Alasan Jumhur :
a. Jumhur berpendapat bahwa lafal”musyrikat’ tidak mencakup ahli kita karena Allah berfirman “Orang-orang  kafir dari Ahli kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya suatu kebaikan” (QS. 2:105), di sini Allah mengatafkan (menghubungkan) lafal musyrikin kepada lafal “Ahli kitab”, sedang ‘ataf berfungsi menghubungkan antara dua kata atau dua kalimat yang berlainan, maka secara zahiriyah, lafal “musyrikat” tidak dapat mencakup “kitabiyyat” (perempuan –perempuan ahli kitab).
b. Sebuah riwayat dari ulama salaf yang membolehkan mengawini perempaun-perempuan Ahli kitab. Qatadah  berkata dalam menafsirkan ayat tersebut, bahwa yang dimaksud “al musyrikat” ialah “musyrikatul arab” (perempuan musyrikat arab) yang tidak mempunyai kitab (samawi).
2. Siapakah laki-laki musyrik yang haram dikawinkan dengan perempuan-peermpuan mukminah itu?
Firman Allah “Dan janganlah kamu mengawinkan laki-laki musyrik dengan peermpuan –perempuan Mukminah sehingga mereka beriman” itu menunjukkan haramnya mengawinkan laki-laki musyrik dengan perempuan mukminah, sedang yan dimaksud “laki-laki musyrik”di sini ialah semua orang kafir, pemeluk agama non muslim, maka mencakup penyembah berhala, majusi, yahudi, nasrani dan orang yang murtad dari Islam, maka semuanya itu haram dikawinkan dengan perempuan Muslimah, karenma Islam itu tinggi tidak dapat di atasi.
         Maka laki-laki-laki muslim boleh mengawini perempuan Yahudi atau nasrani sedang laki-laki mereka tidak boleh mengawini perempuan Muslimah, dan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung telah menjelaskan dalam firman-Nya : Mereka itu mengajak ke neraka” (QS.2:221) yakni mengajak kepada kekufuran yang akan menjadi sebab masuk ke neraka, karena toh seorang laki-laki memiliki kekuasaan dan wewenang atas perempuan (istrinya), maka dikhawatirkan ia akan memaksa istrinya yang Muslimah itu kepada kekufuran sehingga akan meninggalkan agamanya dan anak-anak mereka akan mengikuti agama si ayah. Kalau si ayah seorang Yahudi atau Nasrani tentu ia akan mendidik dan mengarahkan anak-anak mereka sesuai agama yang dipeluknya sehingga menjadilah anak-anak mereka sebagai orang-orang kafir ahli nereka.
3. Kesimpulan
1. Bahwa haram mengawini perempuan musyrikah penyembah berhala yang tidak memiliki kitab samawi
2. Bahwa haram mengawinkan laki-laki kafir (penyembah berhala dan ahli Kitab) dengan perempuan muslimah
3. Bahwa yang membedakan di antara manusia dalam penilaian Allah adalah amalnya yang shaleh, maka seorang perempuan hamba yang mukminah adalah lebih utamadaripada perempuan merdeka musyrikah
4. Bahwa boleh laki-laki Muslim mengawini perempuan Ahli Kitab (Yahudi atau Nasrani) apabila tidak ada kekhawatiran membahayakan (keimanan) anak-anaknya kelak
5. Bahwa laki-laki musyrik berusaha dengan susah payah untuk menarik perempuan-perempuan mukminah menjadi kufur kepada Allah, maka tidaklah patut mempertemukan antara keduanya (dalam ikatan perkawinan)
KOMENTAR PENULIS
         Jodoh memang sudah ditentukan oleh Allah. Dan kita tidak tahu siapa orang yang akan menjadi jodoh kita? Apakah ia muslimah atau musyrikah. Mencoba mengomentari dari tafsir dalam kitab Ayat Ahkam, perlu kiranya saya merenungi kembali hadits Rasulullah yang artinya :”Wanita itu dinikahi karena empat hal, hartanya, kecantikannya,keturunannya dan agamanya. Maka pilihlah yang punya agama niscaya kamu selamat.” Pada sabda Rasulullah ini kita diperintahkan memilih wanita yang akan mendampingi kita terutama faktor agamanya. Sehingga kita bisa selamat, baik diri sendiri maupun keluarga (anak-anak kita).
          Meskipun kita diperbolehkan menikahi wanita Ahli kitab yang tidak menyembah berhala, akan tetapi apakah kita telah mempertimbangkan secara matang untuk keturunan kita di masa yang akan datang? Perbedaan keimanan kita dengan istri tidak menutup kemungkinan akan seringkali menimbulkan ketidakcocokan dalam apek yang lain. Setelah anak pertama kita lahir, kita tentunya akan membawa anak itu menjadi anak sholih dan beragama Islam. Lalu bagaimana kalau misalkan anak kita seringkali dibawa oleh ibunya ke tempat peribadatannya (gereja dan tempat ibadah lainnya), lalu kita tidak memperbolehkan istri kita membawanya—tentunya akan terjadi kontradiksi yang besar dan bisa menggoncangkan keutuhan rumah tangga.
         Di samping itu, mana tanggung jawab kita sebagai seorang suami? Seorang yang memimpin rumah tangga yang sudah sepantasnya diikuti perintahnya oleh seorang istri. Hanya karena keimanan kita yang beda maka terjadilah percekcokan. Dalam QS At tahrim ayat 6 Allah berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
artinya “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka....”
         Kalau istri dan anak-anak kita non-muslim, bagaimana cara kita menyelamatkan mereka? Kecuali kalau mereka mau memasuki agama kita (diinul Islam). Apa kita mau berdo’a—meminta kepada Allah supaya mereka bersama kita di sorga-Nya? Sungguh sebuah permintaan yang tidak beretika. Satu sisi kita meyakini Agama Islam adalah agama yang diridhoi Allah sebagaimana dalam firman-Nya (QS Ali Imran:19), dan satu sisi kita ingin memberi toleransi kepada agama lain supaya diterima Allah.
Dasar Pemikiran
          Dalam tafsir Al Misbah yang ditulis oleh Al Mukarrom Bapak M. Quraish Shihab—pada saat menjelaskan Surat Al Baqarah:221, beliau menyatakan pada halaman 472 yaitu :”Pemilihan pasangan adalah batu pertama pondasi bangunan rumah tangga. Ia harus sangat kukuh, karena kalau tidak, bangunan tersebut akan roboh kendati hanya dengan sedikit goncangan, apalagi jika beban yang ditampungnya semakin berat dengan kelahiran anak-anak”.
          Terkait orang kafir, beliau membagi orang kafir ke dalam dua kelompok. Pertama, Ahli ki tab dan kedua orang-orang musyrik. Keduanya digunakan dalam Al Qur’an untuk satu substansi yaitu kekufuran dengan dua nama yang berbeda. Namun bagaimanapun juga, rumah tangga akan semakin harmonis dan sejahtera apabila antara suami istri berada dalam satu keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT.
Beliau juga menyatakan bahwa alasan utama larangan perkawinan dengan non-muslim adalah perbedaan iman. Bagaimana mungkin keharmonisan tercapai jika nilai-nilai yang dianut oleh suami berbeda, apalagi bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh istri? Wanita yang ststus sosialnya rendah, tetapi beriman lebih baik dari pada wanita yang status sosialnya tinggi, cantik dan kaya tetapi tanpa iman.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dinyatakan bahwa Surat Al Baqarah :221 di atas merupakan ayat pengharaman atas orang-orang beriman menikahi wanita musyrikah yang menyembah berhala. Diriwayatkan bahwa Thalhah bin ‘Ubaidillah menikahi waniya Yahudi, Hudzaifah bin Al Yaman menikahi wanita Nasrani, maka Umar bin Khattab marah sekali sampai-sampai akan memisahkan mereka. Kemudian Thalhah dan Ubaidillah berkata : “Wahai Amirul Mukminin, kami akan menceraikanya. Janganlah engkau marah!”
        Dalam Tafsir As-Sya’rawi dinyatakan bahwa Surat Al Baqarah di atas merupakan langkah awal seseorang yang akan membangun keluarga dan masyarakat. Bagaimana yang akan terjadi apabila calon mempelai wanita (calon istri) itu tidak beriman? Padahal, seorang ibu lah yang akan mengandung anak-anak, mendidik dari kecil sampai dewasa dan dimungkinkan kecenderungan karena kedekatan dengan ibu lebih erat—anak-anak pun akan mengikuti agama Ibu yaitu ikut musyrik. Na’udzubillah
         Demikian uraian yang dapat penulis gambarkan mengenai tafsir Surat Al Baqarah ayat 221, semoga kita sebagai muslim yang sejati bisa memilih yang terbaik calon pasangan kita. Karena istri kita bukan hanya untuk jangka pendek, kehidupan di dunia saja akan tetapi kita akan membawanya sampai dunia sesudah kematian dan sampai sorga Allah. Seorang ibu yang baik, niscaya anak-anak kita pun akan menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah karena dididik dengan amal dan kebiasaan yang berlandaskan Islam. Wallahu a’lam

No comments:

Post a Comment