Wednesday, May 4, 2011

Kisah Bersama Merapi

        Awal bulan Oktober 2010, saya ditetapkan sebagai ketua panitia Outbond di sekolah saya, SDIT Insan Utama Bantul. Rencananya, outbond akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 30 Oktober 2010 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dalam rapat mingguan, kami para guru selalu membahas tentang agenda tersebut, meski hanya beberapa menit.
        Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari—hingga saat-saat yang dinantikan pun segera tiba. Kami sudah menyiapkan peralatan dan segala kebutuhan outbond beberapa hari sebelum pelaksanaan. Namun, tepat pada hari Selasa (26/10/2010) pukul 17.02 WIB, Gunung Merapi memuntahkan isi dalam perutnya. Lahar panas yang seringkali disebut dengan ‘wedhus gembel’ pun membakar dan menghanguskan manusia, hewan, dan tumbuhan yang ada di sekitarnya.
        Abu vulkanik turun layaknya gerimis hujan rintik-rintik. Kami pun sudah terlanjur membagikan surat pemberitahuan kepada wali murid akan agenda tersebut. Kami sangat berharap dalam waktu dua sampai tiga hari, abu merapi sudah hilang. Rasa optimis dan pesimis pun menggelayuti hati kami. Apakah hari Sabtu lusa outbond akan terlaksana?
        Rabu, Kamis, Jum’at. Tiga hari sepertinya sudah cukup untuk hujan yang tidak biasa itu. Sabtu pagi saya bangun untuk shalat Shubuh di masjid terdekat. Selesai shalat, saya langsung menengok ke luar masjid dan mengamati suasana sekitar. Wah, ternyata abu masih beterbangan dan turun seperti salju.
         Seakan tak percaya akan kenyataan itu, saya langsung menuju ke lantai dua asrama dan menyaksikan berita di beberapa televisi swasta secara bergantian. Berita yang cukup mengharukan. Sampai-sampai sang reporter menutup hidung dan mulutnya dengan masker supaya tidak menghirup abu vulkanik. Menurut berita yang disiarkan bahwa abu vulkanik pada Sabtu pagi itu lumayan tebal dan berbahaya bagi kesehatan tubuh. Saya pun mencoba meminta pendapat para guru yang lain, bagaimana outbond kita? Mau dilanjutkan atau tidak?
         Belum ada jawaban yang pasti. Tak lama kemudian, kepala sekolah memberi instruksi kepada saya via sms supaya segera berangkat ke sekolah dan menempel pengumuman ‘outbond, kegiatan ekstrakurikuler dan remidi kelas 6 ditunda’. Saya pun mengiyakan instruksi beliau. Jam tujuh pagi saya sudah berada di sekolah bersama para guru yang lain berjumlah empat orang yaitu Pak Hartanto, Pak Yuwanto, Pak Doni dan Bu Tia. Di samping kami menumpuk nasi dus sebanyak 140 kotak. Kami pun membagi-bagikan nasi kotak tersebut kepada setiap siswa supaya tidak mubadzir (sia-sia).
        Outbond ditunda. Dan Kami pun masih tetap mengadakan rapat rutin mingguan. Keputusan yang diambil yaitu 1) Lokasi outbond dipindah ke Area Masjid Agung Bantul, 2) Pelaksanaan outbond dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 November 2010. Pada saat itu, status merapi masih ‘awas’. Sekitar dua ratus lima puluh ribu lebih penduduk yang rumahnya berada di zona bahaya diungsikan. Sembilan hari kemudian, Merapi kembali meletus dengan letusan yang lebih dahsyat dibanding yang pertama. Tepatnya pada hari Jum’at 5 November 2010 dini hari. Seratus lebih korban tewas, berbagai tempat pun menjadi barak pengungsian para korban yang selamat. Satu minggu kemudian, outbond pun dapat berjalan dengan lancar di komplek Masjid Agung Bantul Yogyakarta. Abu yang berjatuhan sudah tersapu oleh derasnya air hujan yang turun. Allah Maha Besar, seperti itulah kuasa-Nya berlaku. Kita hanya bisa bersabar, tabah, dan kuat dalam menghadapi segala kenyataan kehidupan di depan kita.

No comments:

Post a Comment