Saturday, April 30, 2011

Pemimpin Pesantren, Janganlah Ragu!

          Pesantren tidaklah akan pernah mati (never die) ketika pelayanan pendidikan di dalamnya sesuai dengan yang diinginkan para pelanggannya (santri dan masyarakat). Namun, supaya eksistensi tersebut bisa berjalan dengan lancar, tentunya harus didukung dengan pengelolaan dan manajemen yang baik. Beberapa ciri sistem manajemen yang baik yaitu; adanya pola pikir yang teratur, pelaksanaan kegiatan yang teratur, dan penyikapan tugas-tugas kegiatan secara baik.
          Sejak awal terpilih menjadi seorang pemimpin, tentunya ia sudah membawa bekal-bekal yang banyak. Segala kelebihan dan kekurangannya telah dipertimbangkan begitu runut oleh tim formatur. Dilihat dari segi kepantasan dan pengalaman yang dimilikinya dirasa cukup santri terpilih untuk maju dalam pemilihan. Sehingga tidak ada alasan untuk menolak apalagi meninggalkan amanah yang akan dilaksanakannya bersama pengurus yang lain.
Sistem Manajemen yang Baik
          Pertama, dengan pola pikir yang teratur, maka kepemimpinan di sebuah pesantren akan menemukan titik temu arah dan tujuan ke mana akan berjalan. Seorang pemimpin adalah nahkoda yang akan terus diikuti para pengikutnya selama pola pikirnya sejalan dengan visi dan misi pesantren itu sendiri. Namun ironisnya, tidak banyak dari pengurus dan pengelola pesantren yang mengetahui, memahami, dan menghayati terhadap visi dan misi yang akan dibawa oleh pesantren. Ketika seorang pemimpin senantiasa berjalan sesuai dengan visi dan misi pesantren, niscaya pendidikan di pesantren pun akan sesuai dengan kebutuhan para santri dan masyarakat. Dalam hal ini, perlu adanya kerjasama pengasuh, Dewan Pendidikan, Majelis Pertimbangan Organiasasi, wali santri, santri, dan para pengurus itu sendiri.
          Memang, menjadi pengurus bukanlah hanya menangani santri secara administratif saja, akan tetapi ikut pula berperan dan berpikir terhadap perkembangan serta kemajuan pesantren. Di sinilah tantangan itu dihadapkan. Oleh karena itu perlu adanya pembagian peran yang jelas dengan pihak-pihak yang terkait. Dalam hal ini, seorang pemimpin setidaknya bisa memilih dan memilah di mana ia harus berperan, begitu pula yang lainnya.
          Kedua, ciri sistem manajemen pesantren yang baik yaitu pelaksanaan kegiatan yang teratur. Bagaimana mungkin mendapat penilaian yang mumtaz, ketika kegiatan di pesantren tidak lagi terarah dan ‘asal’ berjalan apa adanya. Sekecil apapun kegiatan itu, ketika masih berhubungan dengan pengurus, santri, dan masyarakat—maka harus benar-benar mendapat dukungan penuh dari seorang pemimpin. Meskipun tidak secara langsung ditangani olehnya, melainkan menunjuk salah satu pengurus yang bisa dipercaya—hal itu merupakan wujud tanggung jawab seorang pemimpin. Apalagi kegiatan pesantren yang sangat pokok seperti halnya mengaji kitab dan diskusi. Dan juga kegiatan lain yang mendukung potensi serta keterampilan seorang santri; pidato, hadroh, tilawah dan lain sebagainya. Seorang pemimpin harus benar-benar tahu, bagian-bagian tersebut secara struktural kepengurusan. Sehingga kejelian seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam setiap agenda yang berlangsung di pesantren. Tidak menutup kemungkinan kegiatan yang dilangsungkan di luar pesantren.
          Ketiga, yang menjadi ciri manajemen yang baik yaitu penyikapan tugas-tugas kegiatan secara baik. Dalam menyikapi berbagai tugas dan amanah tentunya harus sesuai dengan prosedur yang sudah berlaku. Biasanya dalam sebuah pesantren, meskipun tidak tertulis dalam sebuah aturan—seorang pemimpin harus banyak mencari referensi dari para senior, ustadz, maupun masyarakat yang pernah terlibat dalam suatu kegiatan kepesantrenan. Sehingga tidak akan terjadi perselisihan ataupun perbedaan persepsi yang bisa menimbulkan perpecahan.
          Kegiatan pesantren pada dasarnya menjadi tanggung jawab para pengurus dengan dipimpin oleh seorang ketua. Dalam kepengurusan itu sendiri terdapat beberapa bidang atau departemen. Bisa saja terjadi, antar departemen memiliki program kerja yang harus dilakukan secara bersama-sama. Di sinilah seringkali terjadi kesalahpahaman yang akhirnya saling menyalahkan dengan sesama. Seorang pemimpin yang mengetahui permasalahan tersebut, harus segera bertindak dan mencari solusi secara bersama-sama pula dengan pengurus yang bersangkutan. Dengan adanya konflik ini pula, setiap orang akan belajar bagaimana memecahkan persoalan dan menuntaskan masalah sampai tidak ada lagi perselisihan.
Manajemen yang baik sebagaimana tiga kriteria di atas tidaklah mustahil untuk diraih. Pertanyaannya sekarang yaitu, apakah pemimpin itu yakin bisa melaksanakan ketiga hal tersebut? Rasa optimis yang dibarengi dengan keyakinan keberhasilan menjalankan amanah menjadi sumber energi tersendiri menjalankan kepemimpinan di sebuah pesantren. Itulah diantara faktor internal yang sangat menentukan keberhasilan suatu kepengurusan di pesantren (ma’had).
          Melaksanakan manajemen yang ideal seperti uraian di atas barangkali terasa berat bagi setiap orang. Akan tetapi bagi seseorang yang telah dibaiat menjadi seorang pemimpin—maka perasaan berat, susah, dan rumit memanaj orang lain harus cepat-sepat dilenyapkan. Karena hal tersebut merupakan pikiran negatif yang akan mengganggu kelancaran kepengurusan. Oleh karena itu, pemimpin sebuah pesantren setidaknya memiliki sejumlah sifat yang konsisten melekat dalam dirinya.

Sifat-Sifat Seorang Pemimpin
          Adapun sifat-sifat yang dimaksud yaitu ; rasa tanggung jawab, perhatian untuk menyelesaikan tugas, enerjik, tepat, berani mengambil resiko, percaya diri, terampil mengendalikan stress, mampu mempengaruhi, dan mampu mengkoordinasikan usaha pihak lain dalam rangka mencapai tujuan bersama. Baik secara pribadi maupun kelembagaan, seorang pemimpin memegang tanggung jawab yang besar. Karena setiap langkah dan tindakan yang dilakukan secara tidak langsung menjadi teladan bagi orang lain. Begitu juga dengan sifat-sifat yang lain, sama seperti rasa tanggung jawab—senantiasa menjadi sorotan publik yang bisa dijadikan pijakan dan contoh dalam berbuat serta berperilaku.
          Namun, betapapun seorang pemimpin itu memegang amanah terbesar dalam suatu kepengurusan atau kelembagaan pesantren—tidak lah perlu khawatir, ragu, dan cemas dalam menjalani kepemimpinan. Kenapa seperti itu? Padahal segala keputusan terkait penolakan atau penerimaan suatu kegiatan lebih dominan berada di tangan seorang pemimpin. Ya, karena ia bersama dengan orang-orang pilihannya (para pengurus) yang secara bersama-sama akan ikut mewujudkan cita-cita luhur pesantren. Dan bukan kepentingan yang bersifat individu dari pemimpin itu sendiri. Sehingga para pengurus yang lain pun harus senantiasa merasa bahwa segala tugas dan amanah yang dilakukannya di pesantren bukanlah karena diperintah oleh seorang ketua. Itu adalah tugas yang sangat mulia sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk pesantren.
          Dengan demikian, niscaya akan tercipta sebuah perjalanan kepemimpinan yang penuh dengan rasa tanggung jawab bersama, saling membantu, menolong, dan memberikan apa yang bisa dilakukan kepada pesantren di samping ilmu agama yang diperolehnya dari pesantren.
          Sebagai seorang pemimpin pesantren, janganlah ragu! Karena tidak ada alasan untuk itu. Potensi diri (salah satunya akal) yang sudah melekat erat sejak lahir merupakan modal awal untuk bertindak dan berbuat. Tentukan langkah-langkah strategis sesuai dengan tipe pesantren yang ditempati. Yakinlah akan pertolongan Allah SWT yang tidak akan pernah redup bersama dengan orang-orang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam mewujudkan sebuah cita-cita.




*) Dimuat dalam Bulletin Iqro PP Al Luqmaniyyah

No comments:

Post a Comment