Bila saja manusia itu tahu akan arti sebuah kemuliaan, niscaya ia akan menjadi bagian dari orang-orang yang mulia. Hanya saja dalam kehidupan ini, tidak setiap orang itu mengetahuinya. Padahal setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang adalah untuk mencari kemuliaan. Meskipun terkadang dengan jalan kebenaran dan terkadang terjun dalam sebuah kesalahan. Sebagai contoh, bila ada seorang pembunuh yang telah membunuh seseorang maka dalam dirinya ia meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya adalah perbuatan yang mulia. Ia pun tidak peduli apa akibat dari perbuatannya itu, dan yang pasti ia termasuk orang yang berdosa. Namun hal ini tidaklah disadarinya.
Kedua, bila ada seorang pencuri, pemalsu uang dan penipu, maka kemuliaan menurut mereka adalah dalam upaya menyembunyikan dan menyimpan uang (meskipun bukan miliknya). Di saat orang lalai dan dalam situasi sepi, orang itu akan pergi dengan perlahan-lahan ke suatu tempat dan merendahkan suaranya supaya tidak ketahuan orang lain karena ia takut bila sampai ada orang yang mengintai gerak-geriknya. Bila maksud dan tujuannya sudah tercapai, maka ia merasa dirinya ialah orang yang mulia.
Pada intinya, arti sebuah kemuliaan itu tergantung dari siapa yang memaknainya. Kita tidak bisa memaksakan seorang pendosa untuk memaknakan kemuliaan itu seperti para tokoh agama dan ulama. Karena apa yang diyakini oleh pendosa itu berbeda jauh dari keyakinan seorang pakar agama. Oleh karena itu, apabila seseorang hendak mendidik moral orang lain dan meluruskan pemikirannya maka ia terlebih dahulu harus meluruskan pemahamannya dalam hal mendidik dan meluruskan moral. Niscaya dengan cara seperti ini, akan tercipta perubahan sikap yang sangat efektif bagi tiap orang yang hendak mencapai sebuah kemuliaan yang sebenarnya (haqiqah).

 
 
No comments:
Post a Comment