Oleh : Wawan Hary
Anak adalah
anugerah yang sangat indah bagi orang tua. Ia hadir di dunia ini tidak hanya
memberikan warna kebahagiaan akan tetapi ia juga membawa sepaket rejeki yang
tidak diketahui oleh setiap orang tua. Baik mereka lahir dalam kondisi sebagai
kaum adam maupun kaum hawa, setiap orang tua pasti akan menerima dengan hati
yang lapang dan penuh syukur. Entah berapa lama sepasang suami istri menantikan
hadirnya buah hati. Barangkali ada yang setahun, dua tahun bahkan sepuluh tahun
baru dikaruniai momongan.
Ketika sang buah
hati lahir sebagai gadis kecil yang cantik, orang tua akan mengucap
alhamdulillah, gadis kecilku telah lahir dengan sehat dan selamat. Begitu juga
ketika bayi mungil lahir sebagai baby boy yang tampan, orang tua akan melafalkan
ungkapan rasa syukur tak terhingga. Yang perlu disayangkan ketika ada seorang
ayah yang mengeluhkan karena ia hanya memiliki anak perempuan dan tak seorang
pun keturunannya yang laki-laki.
“Anakku perempuan
lagi”, ucapnya kurang semangat
Perlu kita ingat
kembali bahwa pada zaman jahiliyyah, seorang bayi perempuan atau kaum hawa itu
sendiri dirasa kurang berharga, hingga para orang tua tega membunuh hidup-hidup
putrinya. Perempuan dianggap makhluk yang lemah karena tidak bisa berperang,
bisa diwariskan dan nilainya sangat tidak berharga. Di zaman sekarang, wanita
begitu berharga, mereka merawat diri dengan sebaik-baiknya hanya saja sangat
disayangkan diantara mereka dapat diperjual belikan dan menginginkan kebebasan
serta kepuasan duniawi yang tidak halal. Orang tua yang memiliki anak perempuan
harus bersiap siaga menghadapi zaman yang jauh lebih modern namun banyak
kerusakan moral akibat didikan yang sewenang-senang.
Masih pada zaman
jahiliyyah, wanita yang sedang haid, ia akan diusir dari rumahnya karena
dianggap kotor dan najis. Dan ia boleh kembali ke rumah ketika sudah selesai
dari haid (suci). Islam datang dengan segala kasih sayangnya, menjaga wanita
dari hal demikian. Rasulullah SAW juga telah mencontohkan kepada para suami,
untuk tidak segan memeluk istrinya di kala sedang haid (menstruasi). Kasih sayang
dalam rumah tangga harus selalu diwujudkan, tanpa menganggap kotor dan hina seorang
kekasih hati. Kerukunan dan ketenangan batin seorang suami atau istri
perlu dirawat dan dipupuk meski dalam kondisi haid. Bukankah demikian?
Seribu tahun lebih
Nabi SAW sudah memberikan kabar gembira bagi para orang tua yang berhasil
mendidik dan merawat anak perempuanya dengan sebaik-baiknya hingga
menikahkannya dengan laki-laki terbaik.
“Man kaana
lahu bintan au bintaini au tsalaasah farabbahunna wa ahsana ilaihinna wa ath’ama
hunna wakasaa hunna tsumma zawwaja hunna kunna lahu hijaaban minannaar “
Barangsiapa yang memiliki 1 anak perempuan, 2 anak perempuan atau 3 anak perempuan
kemudian memelihara, berbuat baik padanya, memberikan makan, memberikan pakaian
lalu menikahkannya maka mereka (anak perempuannya) menjadi hijab (penghalang)
bagi orang tuanya dari siksa api neraka”.
Alangkah Bahagianya
orang tua yang memiliki anak perempuan, di dunia ia berjuang keras mendidik
putri tercintanya, di akhirat putrinya akan menjadi hijab (penghalang) dari
siksa api neraka. Seorang suami bersyukurlah dengan anak-anak perempuan yang
kini menjadi tanggung jawabnya. Seorang wanita kini bisa menjadi apapun yang
mereka inginkan. Mereka bukanlah beban dan tanggung jawab yang tidak
menguntungkan, justru memberikan banyak keberuntungan baik di dunia maupun di
akhirat.
Seorang ayah yang
dikarunia 2 anak perempuan misalnya, ia adalah seseorang yang akan menjadi
pejuang tangguh. Ia diberikan amanah tiga tulang rusuk, istrinya dan kedua anak
perempuanya. Sewaktu-waktu tulang rusuk itu membengkok artinya jauh dari Alloh
SWT, seorang ayah harus meluruskan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Inilah
perjuangan yang harus terus diupayakan oleh orang tua, hingga putrinya
dinikahkan dengan laki-laki yang shaleh, bertanggung jawab dan senantiasa
mengajak pada jalan Alloh SWT. Aamiin.
No comments:
Post a Comment