Monday, July 14, 2014

Presiden dan Negeri Sorga Indonesia

Oleh : Wawan Hariyanto

Amanah menjadi pemimpin merupakan sebuah tugas yang teramat berat dalam kehidupan ini. Pemimpin tidak hanya memikirkan bagaimana nasib rakyatnya saat ini, akan tetapi ia juga berfikir bagaimana kondisi bangsanya di masa yang akan datang. Sejak dahulu, pemimpin senantiasa menjadi orang yang dinomorsatukan dan menjadi sosok yang diagung-agungkan oleh bangsanya sendiri juga bangsa lain. Menjadi pemimpin negara tidaklah semudah memimpin keluarga kecil. Memimpin negara berarti ada pertaruhan jiwa, raga dan harta untuk membangun bangsa leih baik lagi. Untuk menjadi pemimpin negeri, memang harus benar-benar datang dari hati nurani dan panggilan jiwa yang suci. Kesucian jiwa dan hati inilah yang senantiaa diharapkan oleh rakyatnya demi kebaikan pemimpin itu sendiri dan juga rakyatnya.
            Di era yang penuh dengan pergulatan partai politik dan kompetisi para calon pemimpin ini, menjadikan negara ini terasa”panas” dengan derasnya pencalonan sebagai pemimpin presiden. Padahal, pada hakikatnya baik atau buruknya bangsa ini tidak secara mutlak ada di tangan presiden. Akan tetapi dia memegang kendali yang sangat penting guna menstabilkan kondisi perekonomian, perpolitikan dan persoalan lain yang sedang meracuni bangsa kita ini. Bahkan dikatakan bahwa perempuan adalah tiangnya negara, jika wanitanya baik maka baik pula negara itu. Namun apabail awanitanya buruk, maka buruklah negara itu.
            Keterlibatan wanita dalam perbaikan negara memang sangatlah besar prosentasenya, bahkan lebih besar pengaruhnya dari pada seribu lelaki yang tidak baik. Berbagai kasus korupsi yang melanda negeri ini, tidak bisa dinafikan bahwa di balik layar kasus-kasus tersebut ada peranan wanita yang tersamarkan. Sehingga para hakim dan jaksa di negeri ini sepertinya kesulitan untuk mencari bukti secara kongkrit akan tindakan kriminal mereka.
Pemimpin Harapan Umat
            Masa menunggu hingga waktu yang telah ditentukan untuk pemilihan presiden (pilpres), masing-masing kader partai politik sepertinya sangat gencar ‘diiklankan’ secara terang-terangan dihadapan masyarakat negeri ini. Mulai dari menunjukkan rasa dermawan kepada rakyat kecil, mengadakan even-event sosial, ataupun kegiatan yang di dalamnya hendak mempromosikan ‘jago’ partai politik yang akan maju dalam pilpres tersebut.
            Penulis sebagai salah satu bagian masyarakat Indonesia, memang sangat mengharapkan seorang presiden yang jujur, kuat, disiplin, amanah, dermawan dan sifat-sifat mulai lain yang melekat dalam kepribadiannya. Namun untuk mendapatkan pemimpin dengan tingkat kejujuran 100 persen, ketegasan memimpin 100 persen, dan kedermawanan 100 persen sepertinya sulit diwujudkan. Terbukti bahwa masyarakat negeri ini berulang kali merasa didzalimi dan dibuat susah oleh berbagai kebijakan pemerintah yang jauh dari nalar yang lurus. Misalnya saja yang belum lama ini yaitu rencana kenaikan BBM. Di masyarakat kita yang masih banyak warga miskin dan hidup di bawah garis kemiskinan, ketika harga cabe naik—mereka rela tidak memasak makanan yang berasa pedas bahkan cukup dengan rasa manis dan asin. Apalagi kalau yang dinaikkan itu harga BBM (baca: bensin), apakah ini bukan berarti menyengsarakan masyarakat. Dan yang lebih tidak masuk rasio lagi yaitu tingkat kenaikannya yang cukup drastis, dari harga Rp 4.500,- menjadi Rp 6.000,-.
            Kenaikan sebanyak Rp 1.500,- bagi bangsa ini bukan nilai nominal yang kecil bahkan sangat besar. Sehingga sangat memprihatinkan dalam kondisi seperti ini, hingga ada para demonstran yang terluka, berduel dengan aparat sampai di bawa ke rumah sakit karena mempertahankan nasib mereka. Inilah tantangan besar para calon pemimpin negeri ini di masa yang akan datang. Di tahun 2014, pertarungan partai politik harus benar-benar disiapkan denga penuh kewaspadaan. Mengusung calon presiden harapan bangsa bukan dengan mengunggul-unggulkan kekayaannya, bukan dengan menunjukkan dari berapa partai yang membawanya menuju kursi kepresidenan. Namun lebih dari itu, melihat calon pemimpin yang terbaik adalah yang bisa membawa negeri ini menjadi negeri sorga, negeri yang terselamatkan dari virus-virus asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita.
Negeri Sorga Indonesia
            Sampai-sampai lukisan negeri ini digambarkan dalam sebuah film yang mengingatkan bahwa negeri ini adalah tanah sorga. Betapa kekayaan alam Indonesia sangatlah melimpah dan harus benar-benar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Presiden yang akan datang diharapkan mampu merebut dan menciptakan kembali bahwa negeri ini adalah negeri sorga kita tercinta. Masyarakat yang sejahtera dan makmur, mereka adalah yang bisa merasakan bahwa “Negaraku Sorgaku” dan bukan “Negaraku Sorganya Bangsa Lain”.
            Dari beribu pulau yang ada di negara ini, kenapa juga tidak dijadikan sebagai sorganya masyarakat dalam artian tempat berpijak yang baik, mencari penghasilan di negeri sendiri, hidup bersama keluarganya tercinta, dan mendidik anak-anaknya dengan penuh perhatian? Presiden di masa yang akan datang diharapkan bisa mewujudkan ini dan membuat masyarakatnya nyaman (jawa: betah) berada di kampung halamannya. Kenyataan bahwa orang-orang terdidik yang berasal dari kampung, mereka tidak lagi kembali ke daerahnya masing-masing dan lebih memilih tinggal di kota—ini menunjukkan bahwa tempat kelahirannya bukanlah tempat terbaik meraih prestasinya dan kebahagiaan hidup.
            Oleh karena itu, usaha yang keras dari pemimpin dan para menterinya menciptakan negera sendiri sebagai negara sorga bagi masyarakatnya bukan hal yang mustahil. Negara sorga bukan berarti hidup dalam kemewahan, rumah yang megah, dan kendaraan yang bagus, tentu saja bukan demikian. Negara sorga yang dimaksud yaitu masyarakat hidup merasa ada yang memperhatikan kebutuhannya, menjamin kehidupannya di kala susah, dan melindunginya dari virus-virus yang menghancurkan masa depannya. Kondisi masyarakat yang sakit seperti zaman sekarang, sungguh sangat perlu didatangkan dokter-dokter hebat pemerintah yang bisa mengobati rasa susah, kecewa dan kecil hati.
            Namun, bukan berarti masyarakat sangat mendewa-dewakan pemerintah. Justru pemerintahlah yang sudah semestinya tahu dan sadar akan kewajibannya terhadap bangsanya. Sungguh tidak layak, apabila presiden mengenakan jas kepresidenan sedangkan membiarkan rakyatnya kesulitan membeli pakaian karena harganya yang melambung tinggi. Sungguh tidak sepantasnya, seorang pemimpin yang menyantap makanan di restoren mewah, sementara rakyatnya kesusahan hanya sekedar sarapan pagi. Dan sungguh sangat ironis, bila ada seorang pemimpin yang naik mobil seharga miliaran, sementara rakyatnya hanya bisa menyaksikannya melalui layar kaca. Hal-hal demikian sungguh sangat membahagiakan bila dalam berbagai kondisi dan suasana, bisa dirasakan oleh sebagian rakyatnya.
            Akhirnya, sebagai simpulan—memang tidak harus menunggu sampai muncul seorang pemimpin (presiden) yang baru di tahun 2014. Mulai saat ini juga bisa mulai diterapkan apa-apa yang menjadi hak-hak masyarakat, seperti melayani masyarakat dengan sepenuh hati, mendidik bangsa ini dengan segenap kemampuan, menegakkan hukum dengan segenap kekuasaan yang dipegang. Tidak harus menuruti idealisme yang seringkali merugikan diri sendiri dan orang lain. Namun lebih pada nurani dan rasa kemanusiaan sesama manusia, karena memang kita hidup bersama di negeri yang satu, bangsa yang satu dan tujuan yang satu yaitu kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
*) Penulis, Pendidik tinggal di Kebumen

No comments:

Post a Comment