Sunday, January 15, 2012

Selamat Sebab Lisan

Hampir tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin hidupnya sengsara. Lebih-lebih kehidupan setelah kematian antara sorga atau neraka, setiap manusia mengharapkan masa depannya akan cerah dan bahagia. Sebagaimana doa yang sehari-harinya dilantunkan setelah shalat fardhu yaitu Rabbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wafil aakhiroti khasanah wa qinaa ‘adzaa bannaar (Ya Allah, berikanlah kepada kami kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat dan jagalah kami dari siksa neraka). Namun untuk mendapatkan dua hal tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Kehidupan di sorga sungguh telah digambarkan dalam al-Qur’an dengan berbagai keindahan yang mana mata belum pernah melihat, telinga belum pernah mendengar dan pikiran manusia belum memikirkannya. Betapa indahnya kehidupan di sorga, sampai-sampai seseorang rela berkorban (berjihad) di jalan Allah SWT untuk meraih sorga-Nya. Karena sorgalah tempat yang menjanjikan dan tempat yang abadi setelah kehidupan yang fana ini. Sebagaimana yang pernah dialami oleh nabiyullah Idris ‘alaihisalam, beliau tidak keluar lagi dari dalam sorga setelah melihat kehidupan di dalamnya.
Untuk mendapatkan sorga ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang hamba. Terkait hal ini ada sebuah riwayat yang tertuang dalam salah satu hadits arba’in yaitu : “ Dari Mu’az bin Jabal Radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta’ala : Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji
 Kemudian beliau (Rasulullah SAW) bersabda: Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu surga?; Puasa adalah benteng, Sodaqoh akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam (qiyamullail), kemudian beliau membacakan ayat (yang artinya) : “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya….”. Kemudian beliau bersabda: Maukah kalian aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya ?, aku menjawab : Mau ya Nabi Allah. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad.
Kemudian beliau bersabda : Maukah kalian aku beritahukan sesuatu (yang jika kalian laksanakan) kalian dapat memiliki semua itu? saya berkata : Mau ya Rasulullah. Maka Rasulullah memegang lisannya lalu bersabda: Jagalah ini (dari perkataan kotor/buruk). Saya berkata: Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan? Beliau bersabda: Ah kamu ini, adakah yang menyebabkan seseorang terjungkel wajahnya di neraka –atau sabda beliau : diatas hidungnya- selain buah dari yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka(HR. Turmudzi)
Alangkah besar perhatian para sahabat akan amal yang mereka lakukan. Seseorang yang beramal dan diterima oleh Allah SWT sungguh sebagai balasan dari Allah SWT tiada lain adalah sorga-Nya yang telah disiapkan untuk orang-orang yang bertakwa. Amal yang diterima menjadikan seseorang semakin dicintai oleh-Nya dan berpeluang besar mendapatkan rahmat-Nya yang agung.
Pada bagian akhir sabda Rasulullah tersebut, beliau mengingatkan kita semua sebagai umatnya bahwasanya lisan ini harus kita jaga dari perkataan yang kotor dan tidak baik. Perkataan yang baik tentunya akan manis di dengarkan dan membuat orang di sekitar kita senantiasa merasa nyaman dan tenang karena buah dari ucapan yang baik. Akan tetapi ketika ucapan kita tidak terjaga dan tidak terkontrol seperti halnya di saat marah, maka tentunya ucapan itu akan menyakiti hati orang lain dan membekas entah sampai kapan waktunya. Bahkan sampai ajal menjemput, sakit hati karena ucapan bias saja belum habis meskipun sudah bertahun-tahun kejadiannya.
Benar adanya lidah itu lebih tajam dari pada pedang. Sekali lidah itu menebas, maka sakit yang dirasakan tidak hanya menitikkan air mata, namun bekas atau luka yang dirasakan sampai mengakar dan seolah-olah berkarang di dalam lubuk hati yang paling dalam. Kekuatan lidah memang lebih kuat dari senjata yang tajam meski lidah tidak bertulang, namun ketika lidah itu mulai bersilat maka tak bias dihentikan dengan mudah malah semakin lincah dan lihai dalam mengolah kata-kata.
Dalam sebuah maqolah dikatakan bahwa : salaamatul insaan fi hifdzillissaan, selamatnya manusia itu ada pada menjaga lisan. Perlu kita ketahui bersama, lisan itu bisa mengantarkan  kita ke dalam sorga. Begitu sebaliknya lisan itu bisa menjerumuskan kita masuk ke dalam neraka. Bahaya dari tidak terjaganya lisan ini sungguh akan menjadikan setiap hamba menyesal dan bertekuk lutut karena kurang hati-hatinya memanaj perkataan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kita pun sering mendengar bahwasanya diam adalah emas. Hal ini berarti ketika lisan ini sudah tidak bias lagi diajak untuk mengucapkan perkataan yang baik, mulia dan indah—maka menjaga lisan dengan cara diam merupakan alternative yang manjur dan dianjurkan dalam agama. Rasulullah SAW pun pernah bersabda, falyaqul khairan au liyasmut, maka hendaklah seseorang itu berkata yang baik atau diam. Daripada berbicara membuat orang lain patah hati, patah semangat dan jatuh, maka dengan diam inilah lisan, hati dan perbuatan kita akan selamat dari fitnah dan dosa bila dibandingkan apabila hawa nafsu menyelimuti lisan kita.
Sebagai kaum muslimin yang taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, kita sudah sepantasnya memperhatikan perkara ini yaitu menjaga lisan. Bahkan kebanyakan percekcokan dan pertumpahan darah diantara sesama disebabkan oleh lisan. Ketika lisan ini mulai berbicara, maka kita harus menyadari dan meyakini bahwa segala apa yang keluar dari lisan ini akan dipertanggungjawabkan dan dibalas oleh sang Maha Pencipta. Dia Yang Maha mendengar atas apa yang kita ucapkan, hanya saja terkadang kita tidak merasa bahwa kita berada dalam pengawasan Allah SWT.
Sehingga kita merasa aman dari segala dosa. Memang tak seorang pun di dunia ini yang luput dari dosa, kesalahan dan kekhilafan—karena manusia tempatnya salah dan dosa. Namun bukan karena demikian kita lantas merasa sebagai hamba yang bebas melakukan perbuatan tercela dan dosa, justru kita sudah diperingatkan supaya kita bisa meminimalisir perbuatan atau tingkah laku kita yang tidak terpuji (madzmumah) seperti halnya memaki, mencaci, mengumpat, menggunjing dan lain sebagainya.
Akhirnya, amal kita dan juga penjagaan lisan ini nantinya akan dipertanggungjawabkan dan mendapat balasan dari Allah SWT. Apabila baik amal dan perkataan kita, niscaya baik pula balasan yang kita terima begitu juga sebaliknya. Wallahu a’lam bisshawab

No comments:

Post a Comment