Tuesday, December 13, 2011

MAULAILAH DARI DIRI SENDIRI!



Berawal dari beberapa kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini, khususnya sekolah sungguh sangat membuat diri kita seakan tertawan, ironis sekali. Mulai dari peristiwa perbuatan asusila yang dilakukan oleh para siswa tingkat menengah atas sampai tingkat dasar bahkan Taman Kanak-kanak. Bagaimana lembaga sekolah akan menjawab persoalan seperti ini, sedangkan kasus seperti itu belum juga bisa dihentikan? Memang perlu disadari bersama bahwa para siswa merupakan anak didik yang masih membutuhkan banyak arahan, bimbingan dan tuntunan untuk melangkah. Hal ini tentunya bisa dilakukan oleh siapa saja, akan tetapi yang paling berpengaruh besar yaitu bimbingan dan arahan dari orang tua dan guru, baik di sekolah maupun tempat mengaji.
Kenapa para siswa perlu diarahkan dan lain sebagainya? Mari kita lihat diri kita masing-masing! Dalam diri kita terkadang ada dorongan dari dalam yang mengajak kita pada kebaikan. Dan di lain kesempatan juga mendorong kita untuk melakukan keburukan. Hanya saja kita sudah terlatih memilah dan memilih mana-mana yang patut dilakukan dan mana yang tidak. Para siswa pun demikian, mereka memiliki potensi untuk melakukan perbuatan baik dan buruk, tetapi mereka cenderung belum mampu mengerem dirinya sendiri dan belum bisa menentukan mana yang terbaik baginya.
Adapun pentingnya arahan dan bimbingan tadi, akan menjadikan para siswa lebih terkondisikan. Baik dari sisi belajarnya, bermain dan mencari hiburan untuk menghilangkan kebosanan. Guru yang mampu memerhatikan akan kebutuhan siswa tersebut, niscaya akan melahirkan siswa-siswi berprestasi yang luar biasa. Tidak hanya semata-mata prestasi secara akademik, akan tetapi prestasi yang akan mengantarkan dirinya kepada rasa percaya diri bahwasanya ia mampu dan berani bersaing dengan teman-teman lainnya.
Kebalikan dari lahirnya siswa-siswi yang berprestasi, maka tidak jarang kita temui para siswa yang berbuat kerusuhan dan mencemarkan nama baik sekolah; berkelahi, merusak, dan tawuran antar pelajar. Kalau ini yang terjadi, sungguh sangat disayangkan. Mengingat etika dan sopan santun para siswa di zaman yang serba canggih ini semakin lama semakin luntur, maka perlu adanya benteng yang super kuat baik benteng dari siswa itu sendiri, orang tua, sekolah, maupun masyarakat.
Membentengi diri dari tindak amoral bisa dilakukan dengan menekuni hobi dengan istiqomah, membaca buku-buku yang berisi motivasi, kisah orang sukses, ataupun artikel seseorang yang sudah memiliki nama (terkenal) dan tulisannya laku (marketable) di pasaran. Sebagai contoh, kita banyak menemukan buku-buku yang sukses ditulis oleh para siswa yang berusia antara 5 sampai 12 tahun. Kalau siswa seusia itu saja bisa menulis buku hingga berhasil (bestseller), bagaimana dengan kita yang sudah dewasa?
Namun demikian, benteng yang paling kuat dalam diri seseorang tidak lain ialah benteng keimanan dan rasa takut kepada Sang Maha Pencipta. Guru ataupun orang tua sudah semestinya menanamkan hal tersebut supaya kita dijadikan teladan langsung bagi mereka. Tentunya harus dimulai dari diri sendiri secara bertahap. Ketika kita menasehati siswa didik kita, haruslah kita merasa bahwa nasihat itu juga untuk diri kita sendiri sehingga keduanya mendapatkan kebaikan yang sama.

No comments:

Post a Comment