
Berawal dari beberapa kasus yang terjadi
dalam dunia pendidikan saat ini, khususnya sekolah sungguh sangat membuat diri
kita seakan tertawan, ironis sekali. Mulai dari peristiwa perbuatan asusila
yang dilakukan oleh para siswa tingkat menengah atas sampai tingkat dasar
bahkan Taman Kanak-kanak. Bagaimana lembaga sekolah akan menjawab persoalan
seperti ini, sedangkan kasus seperti itu belum juga bisa dihentikan? Memang
perlu disadari bersama bahwa para siswa merupakan anak didik yang masih membutuhkan
banyak arahan, bimbingan dan tuntunan untuk melangkah. Hal ini tentunya bisa
dilakukan oleh siapa saja, akan tetapi yang paling berpengaruh besar yaitu
bimbingan dan arahan dari orang tua dan guru, baik di sekolah maupun tempat
mengaji.
Kenapa para siswa perlu diarahkan dan
lain sebagainya? Mari kita lihat diri kita masing-masing! Dalam diri kita
terkadang ada dorongan dari dalam yang mengajak kita pada kebaikan. Dan di lain
kesempatan juga mendorong kita untuk melakukan keburukan. Hanya saja kita sudah
terlatih memilah dan memilih mana-mana yang patut dilakukan dan mana yang
tidak. Para siswa pun demikian, mereka memiliki potensi untuk melakukan
perbuatan baik dan buruk, tetapi mereka cenderung belum mampu mengerem dirinya
sendiri dan belum bisa menentukan mana yang terbaik baginya.
Adapun pentingnya arahan dan bimbingan
tadi, akan menjadikan para siswa lebih terkondisikan. Baik dari sisi
belajarnya, bermain dan mencari hiburan untuk menghilangkan kebosanan. Guru yang
mampu memerhatikan akan kebutuhan siswa tersebut, niscaya akan melahirkan
siswa-siswi berprestasi yang luar biasa. Tidak hanya semata-mata prestasi
secara akademik, akan tetapi prestasi yang akan mengantarkan dirinya kepada
rasa percaya diri bahwasanya ia mampu dan berani bersaing dengan teman-teman
lainnya.
Kebalikan dari lahirnya siswa-siswi yang
berprestasi, maka tidak jarang kita temui para siswa yang berbuat kerusuhan dan
mencemarkan nama baik sekolah; berkelahi, merusak, dan tawuran antar pelajar.
Kalau ini yang terjadi, sungguh sangat disayangkan. Mengingat etika dan sopan
santun para siswa di zaman yang serba canggih ini semakin lama semakin luntur,
maka perlu adanya benteng yang super kuat baik benteng dari siswa itu sendiri,
orang tua, sekolah, maupun masyarakat.
Membentengi diri dari tindak amoral bisa
dilakukan dengan menekuni hobi dengan istiqomah, membaca buku-buku yang berisi
motivasi, kisah orang sukses, ataupun artikel seseorang yang sudah memiliki
nama (terkenal) dan tulisannya laku (marketable) di pasaran. Sebagai
contoh, kita banyak menemukan buku-buku yang sukses ditulis oleh para siswa
yang berusia antara 5 sampai 12 tahun. Kalau siswa seusia itu saja bisa menulis
buku hingga berhasil (bestseller), bagaimana dengan kita yang sudah dewasa?
Namun demikian, benteng yang paling kuat
dalam diri seseorang tidak lain ialah benteng keimanan dan rasa takut kepada Sang
Maha Pencipta. Guru ataupun orang tua sudah semestinya menanamkan hal tersebut
supaya kita dijadikan teladan langsung bagi mereka. Tentunya harus dimulai dari
diri sendiri secara bertahap. Ketika kita menasehati siswa didik kita, haruslah
kita merasa bahwa nasihat itu juga untuk diri kita sendiri sehingga keduanya
mendapatkan kebaikan yang sama.
No comments:
Post a Comment