Friday, May 6, 2011

DAMPAK BUJUK RAYU

Manusia pada awal penciptaannya adalah makhluk yang hina. Kemudian tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berpengetahuan serta berilmu setelah belajar membaca dan menulis. Membaca akan menambah ilmu dan wawasan, sedangkan menulis akan mengasah pemikiran manusia menjadi orang yang berbudi. Melalui proses belajar inilah, manusia diajarkan oleh Tuhannya dengan berbagai hal yang belum pernah diketahui. Tuhan juga menunjukkan jalan bagi orang yang dikehendaki-Nya selagi orang tersebut berjalan di atas aturan-aturan-Nya.
         Bagi Allah sangatlah mudah menjadikan sesuatu itu ada, menyampaikan maksud ataupun keinginan manusia sampai tujuan. Dia memberikan kemudahan bagi siapa saja yang mau berusaha, berjuang meskipun bertarung dengan kepayahan dan kesusahan. Apa pun yang diminta manusia, pasti akan dikabulkan. Selagi menurut pandangan Allah, hal itu akan berdampak baik bagi dirinya, maka niscaya Dia memberikan jalan keluarnya. Akan tetapi, pandangan Allah mungkin berbeda dengan manusia karena apabila permintaannya dikabulkan, akan mengakibatkan hamba-Nya menjadi durhaka atas nikmat-Nya. Oleh karenanya permintaannya ditangguhkan.
Namun, apa yang terjadi pada zaman ini, sungguh sangat memprihatinkan dan memalukan. Sebagaimana yang dapat kita saksikan dalam layar kaca, mereka yang diberikan keindahan tubuh (baca : wanita), dengan harga dunia yang rendah menjual harga dirinya untuk kesenangan sementara. Bukankah lebih baik makan sehari dua kali daripada, reputasi dikorbankan?
         Lebih lagi mereka yang tiap harinya mengurusi kepentingan rakyat (baca : kaum elit), beberapa orang terjaring sebagai salah satu pihak penyelewengan kedudukan (amanah). Anehnya, masih saja ada pembelaan kuat dari berbagai pihak. Oleh karenanya, banyak terjadi demo di berbagai daerah, salah satunya karena ketidakberesan di dalam badan itu sendiri (sickself). Memang, dengan kedudukan alias pangkat, seseorang bisa bahagia, tapi dengan kedudukan pula manusia bisa sengsara. Karena pada dasarnya, dunia itu hina seperti asal penciptaan manusia pertama. Hanya saja, banyak manusia yang terbujuk rayu oleh godaan dunia.
           Kita pun tidak harus menyepi dan menghindar dari keramaian dunia. Karena dalam mengarungi kehidupan ini kita saling membutuhkan lainnya, saling menolong dan bekerjasama. Lagi-lagi kita harus sadar bahwa apa yang kita miliki pada saatnya akan diambil pemiliknya. Harta, tahta dan wanita, semua ini akan terpisah dari diri kita. Saat kita dilahirkan, kita menangis dengan kencangnya. Begitu pula saat kita ditinggalkan perhiasan dunia, maka seringkali diantara kita meratap, berduka dan menyesalkannya karena apa yang kita miliki telah tiada. Kita seakan tak ingin berpisah darinya. Merenungi dan memikirkan apa yang akan kita bawa setelah kehidupan ini, adalah menjadi PR buat kita semua. Cukupkah amal kita untuk digantikan dengan sorganya Allah, lalu dengan apa kita menebus dosa-dosa yang kita lakukan di dunia ini?
          Bujuk rayu yang bisa menenggelamkan diri kita dalam lembah kenistaan, sebaiknya senantiasa kita waspadai. Kita sebagai ahsani taqwim (Mahluk yang paling sempurna) yang memiliki akal untuk mengendalikan nafsu, setidaknya mampu menggunakan fungsi akal yang utama yaitu berfikir. Bukannya nafsu itu kita pelihara dan mengalahkan akal—akibatnya kita akan terbujuk oleh rayuan-rayuan duniawi. Perkuat akal kita dengan membaca apa yang ada di sekitar kita, merenungi segala ciptaan-Nya dan meningkatkan kualitas peran akal kita supaya tidak mudah terbujuk oleh godaan-godaan dunia yang sangat dahsyat. Wallahu a’lam bishawab

No comments:

Post a Comment