Sunday, June 27, 2021

GARA-GARA STIK ES KRIM, SEORANG AYAH PERLU BACA


Wawan Hary

Senangnya bukan main memiliki sepeda dan bisa mengendarainya. Jatuh bangun dilakukan demi bisa mengendalikan barang unik nan antik itu. Dia anak pertama yang lahir pada 2014 silam. Syauqi namanya. Kini aktivitas sehari-hari lebih banyak pegang sepeda dan bermain bersama keponakan kami yang bernama Alula.

            Setiap sore sekitar pukul 16.30 WIB, Syauqi harus pergi mengaji di salah satu masjid terdekat di dusun kami. Saya mengantar Syauqi, Alula dan ditemani adiknya Syauqi yang baru berumur 3 tahun. Adiknya hanya mengantar sampai tempat mengaji iqro di masjid. Dan seringkali adiknya ingin ikut belajar bersama kakanya, tepatnya ‘bermain’ bersama banyak anak-anak di sana.

       Sore ini adiknya Syauqi yang bernama Faid merengek ingin jajan. Saya pulang bersama Faid dan mampir di salah satu toko baru yang menarik perhatian anak-anak kami karena ada mainan tangkap boneka, naik motor, dan masukin kelereng. Sampailah Faid di tempat es krim. Seperti biasanya ia minta digendong untuk bisa memilih es krim mana yang akan diambil. Ya...es krim banana yang ada gambar pisangnya.

        Anak yang satu ini, sekali beli satu barang jarang minta barang lainnya, alhamdulillah. Kalau kebetulan harga yang di bawah 5 ribu, tanpa berfikir panjang bisa kami ambilkan. Karena pernah ia ambil barang ‘k*nder *oy’ harganya 11 ribu yang isinya mainan kecil robot-robotan atau mainan anak cewek. Terpaksa tidak dibelikan demi kemaslahatan umat. Ckckk. Akhirnya ia nangis dalam perjalanan dari toko menuju rumah. Begitulah anak balita.

          Sore ini, kami pulang membawa es krim banana dan dihabiskan oleh si Faid. Barangkali ada yang  komentar kenapa nggak beli 2 es krim? Ya itulah, barangkali yang masih menjadi pertimbangan kami. Satu sisi di rumah memang belum ada freezer, jadi kalau beli 2 pasti es sudah mencair saat kakaknya pulang. Betul...betul...betul.

       Klimaksnya pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB, kakaknya minta dibelikan jajan karena adiknya tadi sore sudah diajak jajan. Saya yang baru pulang dari madrasah diniyyah ditagih jajan, akan tetapi tidak bawa karena memang ‘bakul’ jajannya sudah laris jualannya. Dia tetap ingin jajan malam itu, saya belum mengganti baju dan berusaha untuk tetap tenang sambil istirahat sejenak. Suaranya merengek seperti mau menangis, lebih-lebih setelah melihat ada stik es krim di dalam kresek warna hitam.

    “Ya Alloh, ternyata stiknya ketahuan kakak. Padahal bungkusnya sudah tak singkirkan jauh-jauh je”

    Dia menangis semakin bersuara dan guling-guling di lantai. Seperti panda sedang mainan sama temennya. Atau seperti kucing yang lagi manja-manjanya.

Bagaimanapun juga, ia berhak dibelikan es krim yang sejenis seperti milik adiknya. Saya lalu ambil jaket warna hitam dan cus menuju toko baru yang tadi sore kami kunjungi. Sampai di sana, ia melihat-lihat boneka dalam kotak, mengusap-usap showcase minuman yang beraneka ragam. Kacanya berembun banyak, ia mengusap-usap embun dan kelihatan minuman yang jadi sasaran. Tajam sekali pandangannya. Sepertinya ia haus.

      “Kok, nggak ambil es krim? Batinku bertanya

    Ia mencoba membuka show case itu dan sedikit saya bantu supaya aman. Sebotol susu coklat diraih dan dibawa dengan perasaan senang.

“Ini aja Bi”

      “Nggak beli es krim?”

    “Nggak, udah ini aja” jawabnya sambil memeluk susu botol rasa coklat

Tempat es krim sama sekali tidak dilihat apalagi disentuh. Malam ini adiknya sudah tidur pulas sehingga tidak ada keramaian kedua setelah tangisan tadi. Alhamdulillah setelah sebotol susu habis diminum, anak kami yang pertama ini tidur dengan pulas meski di sana sini nyamuk beterbangan ingin mencubit kulitnya yang tak berdosa.

         Ayah ibu, Abi Umi—menjadi orang tua memang tidak bisa memberikan porsi yang sama kepada anak-anaknya. Adil itu bukan memberi dalam jumlah sama dan kualitas yang sama pula. Adil itu tetap memberikan yang terbaik untuk anak-anak sesuai porsi yang paling tepat.  

        Memberikan es krim pada bayi 1 tahun dan anak 6 tahun tentu bukan adil namanya, itu sebuah kegilaan orang tua. Tetaplah membuat nyaman anak-anak kita dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Semoga kesehatan dan kesejahteraan tetap melimputi kita dalam menjalani kehidupan yang singkat ini.


No comments:

Post a Comment